Scroll, Klik, Beli: Saat Medsos Jadi Pemicu Gaya Hidup Konsumerisme
26 Jun 2025

Apa Sobat pernah membeli barang yang sedang viral di marketplace atau media sosial? Hati-hati karena hal ini bisa memicu gaya hidup konsumtif alias konsumerisme!
Gaya hidup konsumerisme ini mendorong orang-orang untuk membeli sesuatu bukan karena butuh, melainkan untuk mengikuti suatu trend yang sedang viral.
Apalagi, setiap hari kita melihat banyak konten menarik di medsos, seperti tren fashion terbaru hingga gadget canggih yang membuat kita tergoda untuk membelinya.
Namun, sebenarnya apa itu konsumerisme? Seperti apa dampaknya pada kondisi keuangan kita dan seberapa besar pengaruh media sosial pada gaya hidup ini?
Yuk, simak selengkapnya di bawah ini!
Apa Itu Konsumerisme?
Jika Sobat belum tahu, konsumerisme adalah gaya hidup yang berlebihan pada barang dan jasa, terutama yang tidak terlalu dibutuhkan.
Gaya hidup konsumerisme membuat seseorang merasa harus terus membeli barang baru demi menjaga citra, mengikuti tren, atau sekadar FOMO (Fear of Missing Out).
Dalam konteks ekonomi global, konsumerisme dianggap sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Makin banyak orang membeli barang, makin besar peluang usaha berkembang dan menciptakan lapangan kerja.
Meskipun begitu, konsumerisme yang tidak terkendali juga bisa berdampak negatif pada kesehatan finansial dan lingkungan.
Ciri-ciri gaya hidup konsumerisme:
- Selalu ingin jadi yang pertama memiliki barang baru, terutama barang limited edition atau bermerk.
- Membeli bukan karena butuh, tapi karena tren atau viral agar tidak merasa ketinggalan alias FOMO.
- Rasa bangga berlebihan untuk memiliki suatu barang dan cenderung memamerkannya di media sosial.
- Mengandalkan kredit atau angsuran untuk membeli barang yang sebetulnya belum mampu dimiliki dan bukan menjadi prioritas utama.
Dampak dari gaya hidup ini bisa sangat luas, mulai dari beban utang yang meningkat, stres karena tekanan sosial, hingga rusaknya lingkungan akibat produksi dan konsumsi yang berlebihan.
Pro dan Kontra Konsumerisme
Meskipun definisi dan ciri-cirinya terdengar negatif, tidak semua hal tentang konsumerisme tidak baik. Dalam dunia pembiayaan, konsumerisme bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi gaya hidup ini membuka peluang, tetapi juga bisa menjebak seseorang dalam utang jika tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang baik.
Lalu, apa saja sisi positif maupun negatif dari konsumerisme? Cek di bawah ini!
Keuntungan Konsumerisme
- Menciptakan lapangan kerja: Permintaan tinggi akan produk mendorong produksi dan perekrutan tenaga kerja yang tentunya membangun perekonomian.
- Mendorong inovasi: Persaingan antar brand membuat mereka harus kreatif dan inovatif untuk menciptakan produk seunik mungkin dan berbeda dari yang lain.
- Meningkatkan kualitas barang: Konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih produk dan ini mendorong produsen meningkatkan mutu produk mereka.
- Memperluas pilihan: Pasar menjadi lebih kompetitif sehingga konsumen punya banyak opsi produk.
- Mendukung pertumbuhan ekonomi: Perputaran uang meningkat, mendorong ekonomi bergerak lebih dinamis.
Kerugian Konsumerisme
- Eksploitasi konsumen: Seseorang terjebak dalam ilusi bahwa membeli akan selalu membawa kebahagiaan.
- Meningkatkan kesenjangan sosial: Barang-barang mewah menjadi simbol status, memicu rasa iri dan tekanan sosial.
- Merusak lingkungan: Produksi massal menciptakan limbah dan menguras sumber daya alam.
- Pola konsumsi tidak bijak: Membeli barang secara berlebihan atau impulsif (impulsive buying) menyebabkan pemborosan dan penyesalan di kemudian hari.
Baca Juga: Bukan Mitos! Ini Manfaat Liburan yang Terbukti Secara Ilmiah
Contoh Konsumerisme dalam Kehidupan Sehari-hari
Gaya hidup konsumerisme atau konsumtif ini sering kali terlihat jelas dalam keseharian kita, apalagi bagi generasi milenial dan Gen Z yang sangat dekat dengan dunia digital.
Beberapa contoh konsumerisme antara lain:
- Selalu beli barang terbaru, meskipun barang lama masih layak pakai. Misalnya, ganti smartphone setiap tahun hanya karena model baru keluar atau membeli tas baru dari high brand.
- Penggunaan kartu kredit berlebihan, terutama untuk membeli barang yang sedang tren dan viral di medsos tanpa memperhitungkan kemampuan mereka dalam membayar angsuran.
- Boros dalam membeli makanan, terutama makanan viral. Banyak orang membeli hanya karena ingin mencoba dan mempostingnya, bukan karena lapar.
- Membeli barang yang “influencer” pakai, padahal belum tentu sesuai dengan kebutuhan maupun kondisi keuangan pribadi.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota besar, tapi sudah merambah hingga ke daerah karena cepatnya penyebaran konten di media sosial, e-commerce, hingga marketplace.
Pengaruh Media Sosial pada Keinginan Berbelanja
Media sosial (medsos) seperti Instagram, TikTok, Facebook, hingga YouTube memiliki peran besar dalam mendorong gaya hidup konsumerisme. Gaya hidup ini juga semakin diterapkan banyak orang dengan adanya influencer.
Dilansir dari Investopedia, saat seseorang melihat produk yang digunakan oleh influencer atau teman-temannya, ada dorongan psikologis untuk ikut memiliki barang tersebut meskipun tidak terlalu membutuhkannya.
Lalu, bagaimana dengan pengaruh media sosial pada gaya hidup konsumerisme ini di Indonesia?
Menurut survei dari Narrators Indonesia (2020) yang dilampirkan cacaFly Metrodata, 89% masyarakat Indonesia membeli barang setelah melihat konten di media sosial.
Tak hanya itu, 61% orang pun terpengaruh langsung oleh influencer. Lebih lanjut, 68% orang yang didominasi oleh generasi milenial dan Gen Z berbelanja karena FOMO.
Media sosial membuat segala sesuatu tampak mudah, indah, dan instan. Strategi marketing yang dibungkus dalam konten kreatif membuat orang merasa lebih dekat dengan brand atau produk tertentu.
Ditambah lagi dengan sistem review, unboxing, dan testimoni online, pengaruhnya semakin kuat terhadap keputusan belanja seseorang.
Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk membangun kesadaran finansial. Jangan sampai gaya hidup konsumtif yang dipicu oleh media sosial malah menimbulkan masalah keuangan di kemudian hari.
Sebaliknya, medsos bisa dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan inspirasi, bukan hanya konsumsi yang bisa merugikan di masa depan.
Baca Juga: 6 Jenis Pembiayaan Modal Usaha UMKM, Pilih yang Sesuai!
Sobat, gaya hidup konsumerisme adalah fenomena yang sangat nyata di era digital saat ini.
Dipicu oleh media sosial dan tren online, banyak orang terjebak dalam pola impulsive buying dan pengeluaran yang tidak terkendali.
Meskipun ada sisi positif dari konsumerisme, dampak negatifnya terhadap keuangan pribadi, lingkungan, dan kesehatan mental tetap tak bisa diabaikan.
Oleh karena itu, kita perlu lebih bijak dalam mengambil keputusan belanja dan tidak mudah terpengaruh oleh tren atau tekanan sosial.
Jika Sobat membutuhkan dana tambahan, kamu bisa mengajukan pembiayaan ke SMS Finance yang memiliki proses mudah, cepat, hingga bunga rendah mulai 0,7% flat per bulan!
Yuk, segera ajukan pembiayaan untuk kebutuhanmu dengan klik di sini!
SMS Finance Berizin dan Diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.