Login

6 Istilah dalam Pembiayaan Syariah yang Sobat Perlu Tahu

22 Jul 2025

5 Istilah ini bikin Sobat paham soal pembiayaan syariah

Pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia diprediksi masih menunjukkan tren kenaikan. Bahkan secara global, keuangan syariah secara global diprediksi terus naik  hingga 2027 mendatang.

Tren positif keuangan syariah di Indonesia sejalan dengan data statistik aset perusahaan syariah yang menyentuh angka Rp30,42 triliun pada 2022, seperti dinukil dari Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2023.

Minat masyarakat terhadap keuangan dan pembiayaan syariah pun berdampak terhadap meningkatnya pencarian informasi tentang pembiayaan syariah di internet.

Buat Sobat yang saat ini tengah mencari informasi lebih lengkap tentang keuangan dan pembiayaan syariah, alangkah baiknya jika memahami beberapa istilah berikut ini. Yuk, ikuti ulasan lengkapnya.

 

1. Akad Murabahah

Dalam pembiayaan syariah, akad yang digunakan dalam setiap transaksi lazimnya akan disesuaikan dengan tujuan pembiayaan yang digelontorkan.

Salah satu jenis akad yang ada dalam pembiayaan syariah adalah akad murabahah.

Akad murabahah adalah perjanjian antara perusahaan pembiayaan dengan nasabah yang biasanya digunakan untuk kebutuhan transaksi jual-beli.

Dalam akad murabahah, perusahaan pembiayaan akan bertindak sebagai penjual yang akan menegaskan harga beli suatu barang kepada nasabah yang berlaku sebagai pembeli.

Pada proses akad murabahah, perusahaan pembiayaan akan menjual suatu barang dengan mengambil selisih margin yang sudah disepakati dengan nasabah.

Selanjutnya, nasabah akan membeli barang dari perusahaan pembiayaan dengan cara mengangsur dalam periode tenor tertentu.

 

2. Akad Musyarakah Mutanaqisah

Selain akad murabahah untuk urusan jual-beli, dalam pembiayaan syariah juga dikenal akad musyarakah mutanaqisah.

Musyarakah mutanaqisah adalah akad yang digunakan untuk pembiayaan investasi dalam bentuk kucuran modal usaha dari perusahaan pembiayaan kepada nasabah.

Untuk memuluskan pelaksanaan akad tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa.

Adapun fatwa yang mendukung akad musyarakah adalah Fatwa DSN No: 08/DSN-MUI/IV/2000 yang membahas tentang cara kerja pembiayaan syariah akad tersebut secara detail.

Secara sederhana, akad musyarakah mutanaqisah bisa digambarkan lewat pembiayaan multiguna yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan kepada nasabah untuk modal usaha.

Dengan kucuran modal usaha, perusahaan pembiayaan berhak untuk menentukan sejumlah margin dari usaha yang dijalankan nasabah. Tentunya, jumlah margin harus disepakati kedua belah pihak.

Nantinya, nominal margin usaha akan dibebankan pada jumlah angsuran bulanan nasabah. Dengan demikian, besaran angsuran bulanan yang akan dibayar nasabah setiap bulan selama masa tenor relatif flat.

 

3. Margin dan Ujroh

Saat kamu mencari tahu lebih dalam tentang pembiayaan syariah, pasti Sobat akan sering menemukan kata ‘margin’ dan juga ‘ujroh’.

Sepintas, kedua kata tersebut terlihat sama maknanya. Padahal, jika ditelisik lebih lanjut ‘margin’ dan ‘ujroh’ dalam pembiayaan syariah memiliki arti yang berbeda.

Untuk ‘margin’ misalnya, biasanya istilah ini digunakan untuk transaksi jual-beli atau jenis Akad Murabahah (akan dijelaskan pada poin selanjutnya).

Sebagai contoh, saat perusahaan pembiayaan menjual mobil bekas kepada Sobat dan kamu membayar secara mengangsur, maka perusahaan pembiayaan diperbolehkan mengambil selisih biaya jual dan beli.

Sebagai catatan, tentunya selisih biaya yang diambil oleh perusahaan pembiayaan harus disepakati oleh kedua belah pihak dan dinilai tidak memberatkan.

Sementara itu, ujroh atau yang biasa dikenal dengan imbalan jasa, biasanya digunakan untuk transaksi sewa-menyewa ataupun pengelolaan dana investasi nasabah.

 

4. Unsur Risywa yang Dilarang

Dalam pembiayaan syariah, setiap transaksi harus mematuhi ketentuan Hukum Islam, artinya tidak boleh terdapat unsur ‘haram’ di dalamnya.

Untuk urusan pengambilan margin dalam setiap akad saja, pembiayaan syariah menerapkan sistem bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Salah satu unsur ‘haram’ yang dipastikan tidak ada dalam setiap transaksi pembiayaan syariah adalah unsur ‘risywa’.

Risywa adalah tindakan memberikan suatu hadiah kepada seseorang atau lembaga yang berwenang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan tersendiri dengan cara yang tidak sesuai ketentuan.

Dalam istilah sederhana, risywa merupakan tindakan menyuap atau menyogok yang dapat merugikan pihak lain.

Sebagai contoh, dalam proses pengajuan pembiayaan kamu sebagai nasabah mencoba memberikan hadiah khusus kepada salah satu pihak berwenang dengan harapan proses pembiayaan yang diajukan langsung disetujui.

Praktik-praktik seperti ini dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat dalam struktur organisasi perusahaan pembiayaan syariah memastikan tidak ada praktik semacam ini dalam pelaksanaannya.

Bersihnya suatu perusahaan pembiayaan dari praktik sejenis ini juga bisa Sobat jadikan tolok ukur reputasi perusahaan.

Dengan tidak adanya praktik sejenis risywa dalam sebuah perusahaan pembiayaan, artinya perusahaan tersebut melakukan penilaian dan semua proses sesuai dengan ketentuan dan kelayakan nasabah secara obyektif.

 

5. Unsur Nisbah

Dalam pembiayaan syariah, margin yang diambil perusahaan pembiayaan dalam setiap pembiayaan disebut dengan nisbah.

Nisbah atau yang juga dikenal dengan persentase bagi hasil antara perusahaan pembiayaan dan debitur dalam suatu akad kerja sama usaha, seperti akad musyarakah.

Dalam proses akad, pihak perusahaan pembiayaan dan debitur akan menyepakati besaran nisbah yang menjadi hak masing-masing pihak.

 

6. Unsur Maysir yang Dilarang

Unsur lain yang juga dilarang dalam pembiayaan syariah adalah maysir atau yang dikenal juga dengan ‘spekulasi menang/kalah’.

Terkadang, maysir seringkali dianggap sama dengan unsur gharar. Padahal, keduanya adalah hal yang berbeda.

Jika diartikan, gharar merupakan suatu unsur ‘ketidakjelasan’. Agar Sobat bisa lebih memahami konsep gharar, salah satu contoh bentuk gharar dalam transaksi pembiayaan adalah adanya pembebanan komponen biaya yang tidak jelas dalam akad.

Misalnya saja, dalam akad suatu pembiayaan, perusahaan pembiayaan memasukkan keterangan komponen ‘biaya penalti akan disesuaikan’, komponen tersebut termasuk unsur gharar.

Oleh karena itu, dalam akad pembiayaan syariah semua komponen beban biaya harus diterangkan sebelum akad dan harus disetujui kedua belah pihak dan semua setiap transaksi harus bersifat transparan.

Sementara contoh unsur maysir adalah jika dalam suatu akad perusahaan pembiayaan membebankan biaya denda tanpa batas atau denda berlebihan saat ada keterlambatan pembayaran angsuran.

Komponen denda seperti ini akan memberatkan debitur di kemudian hari sehingga dalam pembiayaan syariah biasanya tidak dibebankan komponen denda kepada nasabah.

Pasalnya, prinsipnya pembiayaan syariah mengatur dengan detail agar suatu akad tidak memberatkan satu pihak tertentu.

 

Baca Juga: Panduan Lengkap: Perbedaan Pembiayaan Syariah dan Pembiayaan Konvensional

 

Sobat, jika saat ini kamu tengah mencari pembiayaan syariah, baik untuk kebutuhan modal usaha maupun untuk pembiayaan mobil, pastikan kamu membaca dengan saksama perjanjian akad.

Pembiayaan syariah yang bersumber dari perusahaan pembiayaan yang legit biasanya akan sangat ketat dalam hal peraturan dan dapat dipastikan tidak ada unsur-unsur yang bertentangan dengan syariah Islam.

Seperti halnya pembiayaan syariah dari SMS Finance yang tidak memberlakukan biaya penalti, denda, ataupun biaya provisi kepada debitur.

Penasaran seperti apa skema pembiayaan syariah dari SMS Finance? Yuk, ajukan pembiayaan syariah SMS Finance sekarang hanya dengan mengeklik tautan berikut ini.

SMS Finance Berizin dan Diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan